Daftar
Isi
Abstraksi
…………………………………………………………………...1
Pendahuluan
………………………………………………………………..3
Level awal………………………………………………………………..…3
Level kedua………………………………………………………………...3
Level ketiga…………………………………………………………………4
Level keempat
………………………………………………...……………4
Level kelima
……………………………..…………………………………5
Perumusan Masalah
………………………..............................................7
Inisiatif TI masih
terpencar, akibatnya pemborosan……............................7
Lack koord…………………………………………………………………..8
Lack detail requirement………….............................................................8
Lack political support…………………………………………………………8
Lack of awareness …………………………………………………………...9
Lack leadership …………………………………………………………...…9
Metodologi
…………………………………………………………..……...14
Identifikasi masalah ……………………………………………...………….15
Pengumpulan data dan
sumber pendukung (literatur) …………………….15
Analisis Kebutuhan,
Perancangan, dan Implementasi ……………………16
Analisis dan Uji Coba
Sistem ……………………………………………..17
Pembuatan Paket Sistem
(Installer) ……………………………………….18
Rancangan Anggaran ……..……………………………………………….19
Abstraksi
Globalisasi
informasi memaksa setiap insan baik individu ataupun kelompok, baik swasta
maupun pemerintah, untuk memperhitungkan sistem informasi yang akan diterapkan
supaya tetap kompetitif di era globalisasi. Sampai saat ini, banyak kegiatan yang
dilakukan pemerintah secara terpisah, tanpa adanya suatu perencanaan yang
terintegrasi antara satu kegiatan dengan kegiatan lainnya. Dua faktor/parameter
utama yang perlu diperhitungkan dalam strategi pengembangan sistem informasi
nasional adalah SDM yang berkualitas dan alternative sistem/teknologi yang
digunakan. Sering sekali dalam pengembangan sistem informasi, setiap instansi pemerintah
melakukan perencanaan sendiri-sendiri, tanpa adanya koordinasi yang saling mendukung.
Akibatnya dalam penerapannya, terjadi
pemborosan anggaran karena setiap bagian membuat inisiatif sendiri tanpa ada
suatu perencanaan yang baik. Disamping itu juga, lemahnya dukungan secara
politik, kurangnya perhatian terhadap pentingnya sistem informasi dan juga
lemahnya kepemimpinan. Hal ini menyebabkan penerapan sistem informasi dan
teknologi informasi menjadi cost center yang kurang bermanfaat secara
optimal. Kajian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu panduan, bagaimana
penerapan aplikasi e- Government untuk tujuan good governance dengan
menggunakan metodologi tertentu dari proses perencanaan strategis sampai tahap
pengembangan sistem informasi e-Goverment.
Pendahuluan
Pada era informasi, suatu informasi merupakan
komoditi strategis yang dapat berperan menghidupkan suatu perusahaan atau
justru mematikannya. Globalisasi informasi memaksa setiap insan baik individu
ataupun kelompok, baik swasta maupun pemerintah, untuk memperhitungkan system informasi
yang akan diterapkan supaya tetap kompetitif di era globalisasi. Dalam kajian
Kerangka Teknologi Informasi Nasional (National IT Framework) yang dilakukan
baru‐baru
ini, salah satu pilar yang segera harus dibentuk adalah Electronic Government
(E-Government) for Good Governance dengan tujuan dapat mempercepat terbentuknya suatu
pelaksanaan pemerintahan yang baik, efisien, dan efektif. Walaupun kata‐kata E-Government
sudah sering diseminarkan dan didiskusikan, tetapi di berbagai kalangan
akademis, pengusaha, dan bahkan pemerintah mempunyai pemahaman yang berbeda
mengenai E-Government. Lebih rinci lagi, Agarwal dalam membagi
pengertian E-Government ke dalam lima tingkatan, yang semakin tinggi
tingkatannya, semakin kompleks permasalahan yang akan dihadapi.
1. Level
Awal adalah apa yang disebut dengan E-Government untuk menunjukkan
“wajah” pemerintah yang baik dan menyembunyikan kompleksitas yang ada di dalamnya.
Hal ini ditandai dengan munculnya berbagai web site yang cantik pada
hampir semua institusi pemerintah. Pada dasarnya, E-Government tingkat
awal ini masih bersifat menginformasikan tentang apa dan siapa yang berada di
dalam institusi tersebut. Dengan kata lain, informasi yang diberikan kepada
masyarakat luas, masih bersifat satu arah. Kondisi E-Government yang
masih berada pada tahap awal ini belum bisa digunakan untuk membentuk suatu
pemerintahan dengan Good Governance.
2. Level
kedua dari E-Government, mulai ditandai dengan adanya transaksi dan interaksi
secara online antara suatu institusi pemerintah dengan masyarakat. Misalnya,
masyarakat tidak perlu lagi antri membayar tagihan listrik, memperpanjang KTP,
dan lain‐lain. Semuanya dapat dilakukan secara online. Usaha
ke arah ini sudah mulai dilakukan oleh beberapa institusi dipusat maupun di
daerah. Kabupaten Takalar merupakan salah satu contoh daerah yang sudah mulai
menerapkan layanan satu atap terhadap masyarakatnya. Komunikasi dua arah antara
institusi pemerintah dengan masyarakat sudah mulai terjalin secara online.
3. Level
ketiga dari E-Government memerlukan kerja sama (kolaborasi) secara online
antar beberapa institusi dan masyarakat. Apabila masyarakat sudah bisa
mengurus perpanjangan KTP‐nya secara online, selanjutnya mereka tidak perlu
lagi melampirkan KTP‐nya untuk mengurus Pasport atau membuat SIM. Dalam
hal ini perlu kerja sama antara Kantor Kelurahan yang mengeluarkan KTP dengan
Kantor Imigrasi yang mengeluarkan Pasport atau Kantor Polisi yang mengeluarkan
SIM.
4. Level
keempat dari E-Government sudah semakin kompleks. Bukan hanya memerlukan
kerja sama antarinstitusi dan masyarakat, tetapi juga menyangkut arsitektur
teknis yang semakin kompleks. Dalam level ini, seseorang bias mengganti
informasi yang menyangkut dirinya hanya dengan satu klik, dan pergantian
tersebut secara otomatis berlaku untuk setiap institusi pemerintah yang
terkait. Misalnya, seseorang yang pindah alamat, dia cukup mengganti alamatnya
tersebut dari suatu database milik pemerintahan yang besar, dan secara otomatis
KTP, SIM, Pasport dan lain‐lainnya ter‐update.
5. Level
kelima, dimana pemerintah sudah memberikan informasi yang terpaket (packaged
information) sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini, pemerintah
sudah bisa memberikan apa yang disebut dengan “information push” yang
berorientasi kepada masyarakat. Masyarakat benar‐benar seperti raja yang dilayani oleh
pemerintah. Apa saja yang menjadi kebutuhan masyarakat, E-Government pada
level lima ini mampu menyediakannya. Disamping itu Forman mendefinisikan
E-Government berdasarkan interaksi penggunanya sebagai
berikut:
a. G2C (Government
to Citizen), E-Government yang diperuntukkan bagi layanan publik
kepada masyarakat.
b. G2B (Government to Business), E-Government
yang diperuntukkan bagi kalangan bisnis, mengurangi birokrasi dalam usaha.
c. G2G (Government to Government), E-Government yang
diperuntukkan untuk meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar instansi
pemerintah.
Permasalahan kependudukan merupakan salah
satu isu yang dapat memanfaatkan konsep E-Government. Beberapa negara
Eropa dan Asia seperti Inggris, Austria, dan Singapura telah menerapkan system
E-Government untuk melayani kebutuhan penduduknya. Seperti halnya di negara lain, di
Indonesia juga menghadapi masalah kependudukan yang cukup kompleks.
Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Badan Pusat Statistik (BPS), Komisis
Pemilihan Umum (KPU), dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN)adalah
antara lain merupakan instansi‐instansi yang melakukan pendataan penduduk di
Indonesia. Kelengkapan dan konsistensi datanya juga sangat diragukan
karena bisa saja seseorang terdata dan tercatat lebih dari satu kali di
daerah yang berbeda yang disebabkan lemahnya koordinasi di dalam lembaga
yang melakukan pendataan tersebut. Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah adanya
perbedaan data yang didapat oleh instansi‐instansi yang berwenang melakukan pendataan,
ini dikarenakan metode yang digunakan untuk melakukan pendataan penduduk
pada setiap instansi berbeda‐beda. Departemen Pendidikan Nasional
(Depdiknas), Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), dan
Departemen Sosial (Depsos) juga memerlukan data kependudukan. Instansi –
instansi tersebut akan mengalami kesulitan dalam menentukan program
kerjanya jika tidak didukung oleh data kependudukan yang akurat. Akan
sulit bagi Depdiknas untuk merencanakan program wajib belajar jika tidak
ada data yang akurat mengenai jumlah penduduk usia sekolah. Basis
data kependudukan yang ada pada saat ini belum siap pakai dan tidak memenuhi
kebutuhan setiap instansi. Untuk memenuhi kebutuhan setiap instansi, mereka
masih menggunakan basis data masing‐masing. Jadi basis data yang ada belum terintegrasi
dan tidak mencerminkan data penduduk secara keseluruhan, yang dapat
digunakan secara bersama‐sama. Selain itu proses penduduk yang ingin
mendapatkan layanan yang berkaitan dengan dokumen kependudukannya juga
tidak efisien. Penduduk harus datang ke kantor instansi yang
bersangkutan untuk mengurus dokumen yang mereka butuhkan, belum lagi
terhalangani oleh birokrasi di instansi tersebut. Oleh karena itu
diperlukan suatu sistem informasi (E-Government) yang bersifat
permanen yang mampu melakukan proses registrasi penduduk, berisikan basis
data kependudukan yang terintegrasi yang dapat memenuhi kebutuhan setiap
instansi dan siap pakai setiap saat. Setiap instansi dapat menggunakan
basis data kependudukan ini secara bersama‐sama untuk kebutuhan yang berbeda. Disamping itu
sistem informasi ini juga dapat dimanfaatkan untuk melayani penduduk
yang membutuhkan dokumen kependudukannya. Penelitian ini bertujuan untuk
meneliti dan merancang serta berusaha mengimplementasikan sistem
informasi kependudukan di Indonesia dengan mempelajari pengalaman negara‐negara lain yang
telah menerapkan sistem tersebut. E-Government yang dikembangkan ini
diharapkan termasuk paling tidak pada level ketiga dari penggolongan E-Government
menurut Agarwal diatas.
Perumusan
Masalah
Dari
uraian pada bagian pendahuluan terlihat bahwa masalah yang sering dihadapi oleh
institusi dalam penerapan sistem informasi e‐Government
di Indonesia adalah:
1.
Inisiatif TI
masih terpencar, akibatnya pemborosan
Dalam penerapan e-Government, masih banyak instansi
pemerintah yang berpikir, setelah menentukan critical success factors,
masing-masing bagian atau departemen langsung membuat strateginya masing-masing
kemudian dirinci menjadi kegiatan yang bersifat taktis operasional. Salah
satunya pengadaan perangkat teknologi informasi yang bila tidak dilakukan
secara terintegrasi, kemungkinan pemborosan anggaran sangat tinggi. Padahal hasil
yang didapatkan tidak sesuai dengan investasi yang telah dikeluarkan.
2.
Lack koordinatif
Setiap instansi memiliki keinginan yang berbeda-beda
dalam penerapan sistem informasi. Tidak terjalinnya koodinasi yang baik antar
instansi mengakibatkan pelaksanaan penerapan sistem informasi dan teknologi
informasi tidak berjalan dengan efektif. Karena masing-masing berjalan sendiri
tanpa interaksi antar satu bagian dengan bagian lainnya.
3.
Lack detail
requirement
Keinginan yang terlalu umum mengakibatkan hasil yang didapatkan tidak
spesifik. Karena pada awalnya produk atau jasa yang diinginkan tidak begitu
jelas, sehingga setiap individu/departemen yang terlibat tidak tahu persis
hasil apa yang diinginkan sebagai keluaran dari suatu proyek aplikasi
e-Government. Disamping itu juga, manfaat yang seharusnya didapatkan oleh
masyarakat (users) secara signifikan tidak dapat dipenuhi
4.
Lack political support
Dukungan secara politik sangat mempengaruhi
berhasil-tidaknya suatu penerapan aplikasi sistem informasi. Pada kenyataannya
suasana politik, terutama yang berkaitan dengan dukungan dan alokasi anggaran,
yang lemah dalam setiap rencana penerapan sistem informasi.
5.
Lack of
awareness
Kurangnya kepedulian terhadap keberhasilan
e-Government. Pemimpin yang bertanggung jawab dalam penerapan e-Government
terkadang kurang memahami kepentingan dari masing-masing stakeholder yang
ada dan tidak mau mencoba melakukan kolaborasi agar seluruh perbedaan
kepentingan yang dimaksud dapat menuju kepada satu arah pencapaian visi dan
misi e-Government (konvergensi). Setiap pemimpin yang bertanggung jawab dalam
pengembangan e-Government harus memahami bahwa pihak-pihak yang dianggap
sebagai stakeholder utama dalam proyek e-Government antara lain: pemerintah (lembaga
terkait dengan seluruh perangkat manajemen dan karyawannya), sektor swasta,
masyarakat, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, perusahaan, dan lain
sebagainya. Terlepas dari bermacam ragamnya stakehoder yang ada, yang sering
terlupakan bahwa pada akhirnya yang akan merasakan manfaat atau berhasil
tidaknya e-Government yang dilaksanakan adalah pelanggan.
6.
Lack leadership
Faktor kepemimpinan biasanya melekat pada setiap
orang yang bertanggung jawab sebagai pemimpin dari penyelenggaraan suatu
penerapan sistem informasi. Namun masih banyak kelemahan dalam hal mengelola:
a.
Beragam tekanan
politik yang terjadi terhadap penerapan aplikasi e-Government baik dari
kalangan yang optimis maupun yang pesimis.
b.
Kurangnya sumber
daya yang dibutuhkan, seperti misalnya sumber daya manusia, finansial, informasi,
peralatan, fasilitas.
c.
Sejumlah
kepentingan dari berbagai kalangan (stakeholders) terhadap e-Government yang
sedang atau akan dilaksanakan.
Metodologi
Metodologi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi beberapa tahapan seperti
terlihat pada Gambar 1.
Gambar
1. Metodologi Penelitian
1.
Identifikasi masalah
Pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap
permasalahan yang ada. Dari permasalahan tersebut akan dicoba dibuat hipotesis,
kemudian dilakukan penelitian dan uji coba untuk membuktikan hipotesis
tersebut. Permasalahan yang telah diidentifikasi sampai saat ini dapat dilihat
pada bagian perumusan masalah. Sedangkan hipotesis penelitian dapat dilihat
pada bagian hipotesis dan manfaat diatas.
2. Pengumpulan data dan sumber pendukung
(literatur)
Pengumpulan literatur yang mendukung penelitian
dilakukan pada tahap ini. Literatur‐literatur diambil dari penelitian‐penelitian
sebelumnya maupun dari jurnal‐jurnal ilmiah, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Salah satu Literatur yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah tulisan
mengenai E-Government yang ditulis oleh Hasibuan [HAS01]. Sedangkan
literatur lainnya berkaitan dengan E-Government dan khususnya mengenai
kependudukan, seperti “Grand Design Sistem Informasi KPU”, “National IT
Framework”, “Strategi E-Government” di Amerika Serikat serta penerapan E‐Government di
beberapa negara Eropa. Identifikasi masalah Pengumpulan data dan literature
Perancangan dan implementasi system Ujicoba dan analisa keluaran system
Pembuatan paket system (installer system) Adapun data yang dipergunakan sebagai
sampel untuk penelitian, akan diambil dari BPS yang merupakan data penduduk
hasil sensus. Data propinsi DKI Jakarta akan digunakan untuk simulasi pada
skala kecil.
3. Analisis Kebutuhan, Perancangan, dan
Implementasi
Pada tahap ini akan dilakukan proses analisa
kebutuhan sistem, perancangan Serat implementasi terhadap sistem yang akan
dikembangkan. Hal‐hal yang dilakukan meliputi:
a. Rancangan Arsitektur Sistem (Architecture System)
b. Rancangan
Format Data Masukan atau Form‐form Kependudukan
c. Rancangan Relasi antar entitas (Entity
Relationship) basis data
d. Rancangan Diagram alur proses dan data sistem (Data
Flow Diagram)
e. Rancangan Antar muka pemakai (User Interface)
4. Analisis dan Uji Coba Sistem
Setelah dilakukan perancangan dan sistem
diimplementasikan, kemudian akan dilakukan tahapan uji coba. Uji coba
direncanakan dilakukan dalam dua tahap. Pertama uji coba internal, dimana
sistem akan diujicobakan dalam lingkungan terbatas dan sebagai tester‐nya adalah tim
pengembang sendiri. Data‐data yang digunakan pada tahap uji coba tersebut
merupakan data propinsi DKI Jakarta yang diperoleh dari BPS. Selanjutnya
dilakukan integrasi data dari beberapa propinsi. Kemudian pada tahapan kedua,
dilakukan uji coba eksternal, dimana sistem akan diuji cobakan pada salah satu
instansi yang ada, misalnya kelurahan tertentu, dan sebagai tester‐nya adalah pihak
dari instansi tersebut. Setelah di uji cobakan maka dilakukan proses analisa
kembali apakah sistem yang dibangun sesuai dengan kebutuhan, untuk kemudian
dilakukan proses perbaikan.
5. Pembuatan Paket Sistem (Installer)
Setelah sistem diimplementasikan, dan diuji coba
maka langkah selanjutnya adalah membuat paket installer dari sistem tersebut
sehingga sistem dapat digunakan atau di install di tempat lain dengan mudah. Tahapan
3, 4 dan 5 merupakan tahapan yang erat kaitannya dengan pengembangan perangkat
lunak. Untuk pengembangan perangkat lunak tersebut, kami gunakan metodologi FAST
yang cukup banyak digunakan dalam pengembangan suatu aplikasi. Adapun tahapan-tahapannya
adalah sebagai berikut:
a. Investigasi awal: pada tahap ini ditentukan ruang
lingkup dari proyek, batasan-batasan, partisipan, biaya dan jadwal. Tahap ini
bertujuan untuk menilai kelayakan dari proyek tersebut.
b. Analisa: pada tahap ini dilakukan analisa
permasalahan baik dari segi bisnis dan teknologi, yaitu dengan mengidentifikasi
permasalahan dan sebab-akibatnya. Dari tahap analisa ini akan diperoleh
peluang-peluang yang mungkin dan juga arahan. Beberapa hal yang dilakukan dalam
tahap ini antara lain: studi ruang lingkup permasalahan, analisa masalah dan
peluang, analisa proses bisnis, serta penyajian temuan-temuan dan rekomendasi.
c. Analisa kebutuhan: Pada tahap ini dilakukan analisa
kebutuhan dari sistem yang akan dibuat, yang meliputi tujuan pengembangan
sistem dan prioritas-prioritas requirements sehingga menghasilkan suatu
pernyataan business requirements system.
d. Analisa keputusan: pada tahap ini dilakukan analisa
mengenai solusi teknis yang diperkirakan bisa mengatasi permasalahan sekaligus
memenuhi business requirements. Hal tersebut akan digunakan untuk
merancang dan mengimplementasikan sistem yang memenuhi segala requirements tersebut.
e. Perancangan: pada tahap ini dilakukan perancangan
sistem dari segi teknologi. Hasil tahap ini adalah berupa model data, model
proses, dan model antar muka.
f. Konstruksi: pada tahap ini akan dilakukan konstruksi
sistem, yang terdiri dari konstruksi basis data dan antar muka serta uji coba
terhadap sistem. Tahap konstruksi menghasilkan aplikasi yang siap dijalankan
dan memenuhi semua kebutuhan yang ingin dicapai.
g. Implementasi/operasionalisasi : tahap ini nantinya
akan dijalankan oleh pemakai dari aplikasi yang dikembangkan.
Rancangan
(design) Penelitian
Pada
bagian ini akan dijelaskan mengenai rancangan sistem informasi E-Government.
Perancangan yang dibuat meliputi rancangan arsitektur sistem, format data
masukan atau form-form kependudukan, relasi antar entitas, diagram alur
proses dan data sistem, serta rancangan antar muka pemakai.
1.
Rancangan arsitektur sistem
Departemen Sosial (Depsos) dan BKKBN
diharapkan dapat mengakses system ini terutama basis datanya untuk melakukan
proses pengubahan data. Sedangkan masyarakat dapat melihat informasi
kependudukan dan mendapatkan layanan kependudukan melalui internet. Masyarakat
sebagai pengguna system dapat mengakses system darimana saja yang memiliki akses
internet, baik dari rumah, kantor, ataupun warnet. Instansi lain, seperti
kantor imigrasi, kepolisian, kelurahan, dan lembaga pemerintah lainnya dapat
berfungsi sebagai pengguna system sekaligus bertanggung jawab terhadap layanan
kependudukan yang melibatkan instansinya. Mereka dapat melihat informasi dari
system dan dapat mengakses basis data dari system. Rancangan arsitektur system
dapat dilihat pada gambar 2.
Gambar
2 Aplikasi Dinamis E-Government
2.
Rancangan format data masukan atau
form-form kependudukan
Format data masukan atau form-form
kependudukan yang disediakan sistem direncanakan mengikuti bentuk form
kependudukan yang terdapat pada tiap instansi. Misalnya form permohonan KTP
pada kelurahan, form permohonan Akte pada kelurahan, form permohonan SIM pada
Kepolisian, form permohonan passport pada kantor imigrasi, dan sebagainya.
3.
Rancangan Entity Relationship
Pembuatan rancangan hubungan antar
entitas (entity relationship) bertujuan untuk mengetahui keterkaitan
entitas data yang kita gunakan dalam basis data nantinya.
4.
Rancangan alur proses
Pembuatan
rancangan alur proses (process modeling) bertujuan untuk mengetahui alur
proses bisnis dalam sistem E-Government yang kita kembangkan.
5.
Rancangan Antar muka
Antar
muka dirancang untuk memudahkan pemakai dalam mempergunakan sistem yang akan dikembangkan
sehingga sistem lebih user friendly. Rancangan antarmuka di sini
meliputi:
a.
Antarmuka
untuk administrator
b.
Antarmuka
untuk pengguna umum (masyarakat)
c.
Antarmuka
untuk bagian administrasi
6.
Rancangan Uji Coba
Proses ujicoba sistem E-Government ini
bisa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama bias dilakukan dengan sebuah
simulasi dalam skala kecil untuk melihat sejauh mana efektifitas dan efisiensi
dari sistem yang dikembangkan. Beberapa parameter harus dimasukkan ke dalam
sistem untuk menggambarkan real world dari sistem. Tahap kedua merupakan
uji coba dalam skala besar yang dilakukan pada lingkungan yang sebenarnya,
misalnya saja dalam sistem E-Government di ujicobakan untuk propinsi tertentu. Sebelum
tahap kedua dilakukan, terlebih dahulu akan dibuatkan paket installer dari
sistem sehingga sekaligus akan diujicobakan paket sistem apakah berjalan dengan
baik atau tidak. Selanjutnya jika tahap kedua ini selesai, diharapkan produk
yang dihasilkan dapat digunakan lebih jauh oleh instansi lainnya, baik instansi
pemerintah atau swasta.
7.
Analisis Hasil Uji Coba
Setelah
percobaan selesai dilakukan, akan dilakukan analisa terhadap hasil ujicoba
terhadap sistem yang dikembangkan. Proses analisa ini meliputi beberapa hal,
yang disesuaikan dengan karakteristik dari sistem informasi. Beberapa hal yang
bisa dianalisa antara lain:
a.
Kinerja
b.
Scalability
c.
Reliability
d.
Usability
8.
Kinerja
Kinerja yang dinilai adalah response
time yang diterima oleh pemakai. Response time di sini dihitung
mulai dari saat pemakai memasukkan kueri sampai pada saat pemakai menerima dokumen
yang diinginkan dari sistem. Berhubung pengguna system dapat semakin bertambah,
kinerja system perlu diperhatikan untuk menjamin kualitas layanan system
EGovernment.
9.
Security
Security
di
sini menunjukkan kemampuan sistem untuk menghadapi serangan-serangan yang tidak
dikehendaki, terutama tindakan cracking.
10.
Reliability
Untuk mengetahui reliability dari
sistem ini, harus disimulasikan juga proses failure terhadap beberapa
komputer pemakai. Dalam keadaaan seperti tersebut, akan dianalisa apakah sistem
akan mengalami failure juga secara keseluruhan, sebagian saja atau malah
tidak ada pengaruhnya terhadap sistem.
11.
Usability
Untuk mengetahui tingkat usability dari
sistem ini, harus dievaluasi tingkat kemudahan pemakai dalam mengoperasikan
sistem. Untuk mencapai hal tersebut, bisa diberikan kuesioner untuk mengetahui
respon dari pemakai mengenai kemudahan penggunaan terhadap sistem.
RINCIAN
ANGGARAN
Pilih salah satu (beri tanda √):
( ) Riset di Lapangan
( √) Riset di Laboratorium
Penutup
Demikian proposal pembuatan E-Goverment
Universitas Gunadarma ini kami buat. Kami mengharapkan dukungan dan
partisipasinya. Semoga acara
pelaksanaan kegiatan ini dapat terlaksana sebagaimana yang kita harapkan.Atas
perhatian dan kerjasamanya, kami ucapkan terimakasih.
Anggota Kelompok :
1. Nur
Fadly Muhammad
2. Nuroniyah
Matsani
3. Parlin
Erwin Gunawan
4. Prasetia
Bagus Permadi
5. Prasetyo
Adi Nugroho
6. Rahmat
Ramdhani
7. Reno
Setyo Aji
8. Ridho
Sulystyo Indarto
9. Teuku
Hilman Luthfi